Thursday, February 23, 2012

[Review] Prewedding by Sekar Ayu

Postan kali ini akan mengupas habis untuk me-review buku dari senior gue di NulisBuku Club Palembang, Kak Sekar Ayu.

Banyak yang bilang kalau banyak godaan yang datang ketika memutuskan untuk mengakhiri masa lajang kita. Mulai dari adanya musibah, hal-hal kecil yang membuat calon pengantin terlibat percekcokan sampai kembalinya masa lalu yang kehadirannya tak terduga.

Adalah Prajna Paramitha yang tinggal hitungan bulan akan segera mengakhiri masa lajangnya dengan sang tunangan. Malangnya, ternyata cobaan datang dan menguji kepercayaan mereka. Sanggupkah Mitha - panggilan Prajna Paramitha - melewati semuanya? Termasuk kembalinya sang masa lalu di sela-sela persiapan Prewedding mereka? 

Buku ini gue dapet pas gue dateng ke first gathering gue sebagai peserta yang bukan anggota hari itu. Itu adalah hari pertama gue bertemu komunitas yang isinya orang-orang yang hobi nulis semua. Dan gue sangat-sangat excited hari itu!

Hari itu bertepatan dengan book launching NBCPalembang dan terdapat 5 penulis yang melakukan launching dan hari itu juga, founder dari NulisBuku.com , mbak Ollie, dateng ke Noodle Cafe Palembang Square jauh-jauh dari Jakarta sana untuk memberikan tips-tips tulis menulis sama kita-kita. Dan akhirnyaaaa, gue dapet buku ini setelah gue menjawab pertanyaan dari Kak Sekar sendiri. Gue masih inget banget pertanyaannya: "Siapa nama tokoh utama novel Prewedding?" . Gue langsung tunjuk tangan yang ternyata didahului oleh kakak-kakak yang udah punya novel nya duluan. Berhubung hadiahnya novel, dan dia udah punya, jadi lah kesempatan berlanjut ke gue. Fufufu dan dengan pedenya gue jawab "Prajna Paramitha" . Dan akhirnya novel Prewedding nya Kak Sekar sampe ke tangan gue. 

Begitu sampe kost-an, gue langsung baca novelnya.

Pada bab awal, gue disuguhin the things about wedding preparation. Berhubung gue masih sembilan belas tahun waktu baca buku ini, yang intinya ga tau apa-apa yang kayak ginian, gue dipaksa untuk tau. Nikah itu ribet, cyin. :P

Eits itu baru awal. Makin gue maju dan maju, gue mupeng dengan kemesraannya Kak Gafi sama Kak Mitha (pake Kak dong yaa gue masih kecil kok, masih polos *maksa*). Berhubung gue pecinta adegan romantis, kebayang banget, deh, gimana mesra nya Kak Gafi sama Kak Mitha. 

Dalam buku ini juga membawa gue flashback ke masa lalu Kak Mitha. Dimana ada Kak Danish sebagai masa lalu Kak Mitha yang cuma buat Kak Mitha sakit jiwa raga *tsaah* . Tapi Kak Mitha masih teuteup aja cinta. Yah, kalo cinta sudah berbicara, lah.

Gue suka alur cerita novel Prewedding ini. Gue bener-bener dibawa ke kisahnya Kak Mitha. Gimana cinta nya sama Kak Gafi, gimana galaunya Kak Mitha ketika Kak Danish dateng ke kehidupannya lagi, dan gimana gimana lainnya.

Dalam novel Prewedding ini gue dapet pelajaran, masa lalu biarlah tetap menjadi masa lalu. Tetep jalanin masa sekarang, dan bersiap-siap untuk masa depan.

Monday, February 13, 2012

Lomba Fiksi Fantasi 2012 - Selembar Sajak Loem

[Lomba Fiksi Fantasi 2012] Selembar Sajak Loem
KEYWORD(s) : Pasar malam, gula-gula, rasi, salju, polkadot, pohon pisang, cerpelai, jelantah


            “Issyana, kapan kita pulang?” Loem menguap lebar ketika Issyana sedang asyiknya memilih varian rasa gula-gula yang ada di depannya. Begitu banyak rasa yang ditawarkan dan Issyana tidak akan pernah mau melewatkan toko gula gula Tuan Muafo ketika pasar malam yang berlangsung di desa mereka diselenggarakan.
            “Selalu saja kamu menguap ketika menemaniku keluar. Bisakah kamu lebih romantis sedikit? Bahkan aku sudah memakai baju motif polkadot pemberianmu ketika ulang tahunku yang ke-115. Apa kamu tidak menyadarinya?” omel Issyana ketika selesai melakukan transaksi dengan Tuan Muafo.
            “Ah. Maaf, sayang. Tempat ini kekurangan cahaya, jadi...” Loem menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.
            Issyana hanya bisa menghela nafas melihat tingkah laku Loem. Ini bukan pertama kalinya Loem menguap ketika Issyana mengajaknya ke luar rumah. Loem lebih suka menghabiskan waktunya dengan menuliskan kata demi kata di atas sebuah benda yang Loem biasa sebut dengan buku. Dan Loem biasanya mengguratkan garis-garis yang mempunyai bentuk yang asing dengan alat yang biasa Loem panggil pensil.
            Asing? Ya. Benda-benda Loem terasa asing untuk Issyana. Tiga tahun yang lalu, tepatnya. Sebelum Loem memutuskan untuk sepenuhnya menjadi bagian dari bangsa Elf.
 Loem dulunya adalah manusia biasa. Sampai suatu ketika dia ditemukan terdampar di perairan pulau Elves Lair, tempat Issyana dan Loem tinggal sekarang. Loem ditemukan di dalam kapal kecil. Waktu Issyana menemukannya, Loem tak sadarkan diri. Issyana memandangi Loem dengan seksama waktu itu. Rambut hitamnya yang panjang hingga menutupi sebagian wajahnya, kulitnya yang berwarna kecoklatan, sangat kontras dengan kulit Issyana dan bangsa Elf lainnya yang berkulit putih.
Loem terlihat membawa barang yang cukup banyak di dalam kapal kecilnya itu. Issyana masih tidak mengerti situasi makhluk yang ditemukannya itu. Sampai akhirnya mata Loem menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
“Pffftt..” Issyana menahan tawa ketika mengingat kejadian ketika dirinya dan Loem pertama kali bertemu.
“Ada yang lucu, Issyana?” kening Loem mengerut ketika ada suara dan ekspresi aneh yang muncul dari Elf yang berjalan tepat disebelahnya itu.
“Hanya mengingat masa lalu.” jawab Issyana sambil tersenyum.
“Ah! Pasti itu. Lupakan saja, Issyana. Aku malu.” pinta Loem sambil menunjukkan ekspresi memelas.
“Loem, kamu lupa? Elf memiliki daya ingat yang lebih daripada jenismu? Walaupun sekarang kamu sudah melewati ritual suci dan menjadi Elf yang diakui para mystic – sesepuh Elves Lair, kamu masih manusia. Elf memiliki telinga yang panjang, dan untuk bentuk tubuh yang lain, kita tidak terlalu berbeda.” beber Issyana sambil menikmati gula-gulanya.
“Lagipula...”
“Umur para Elf lebih panjang dari manusia. Aku tahu. Aku sekarang hanya 35 tahun dan sudah seperti ini. Dan kamu, sudah 115 tahun dan masih segar bugar.” Loem memotong pembicaraan Issyana.
“Kamu tidak perlu mengingatkan hal itu. Aku sudah cukup tahu.” lanjut Loem.
 “Maaf.” Issyana menghentikan pembicaraan dan berjalan mengikuti langkah Loem dengan kepala tertunduk.
Issyana sedikit tersentak ketika ada sesuatu yang hangat menyentuh jemarinya.
Loem menggenggam tangannya. “Tidak apa-apa.” ucapnya, hampir berbisik.
***
            “Loem, boleh aku baca buku itu?” Issyana mengarahkan jarinya ke arah satu dari sekian banyak tumpukan buku yang ada di atas meja.
            “Lakukan sesukamu, Issyana. Para mystic sudah menyetujui kita untuk bersatu, bukan? Tempatku, tempatmu juga. Lakukan sesukamu.” Loem tersenyum ke arah Elf perempuan di hadapannya itu.
            Issyana bisa merasakan wajahnya memanas. Ya, dirinya dan Loem saling mencintai. Sejak Issyana menemukan Loem terdampar saat itu, Issyana dan Loem menjadi sangat dekat. Dan akhirnya para mystic mengizinkan mereka untuk bersatu secara penuh setelah mereka berhubungan cukup lama. Walaupun perbedaan diantara mereka begitu jauh.
            Issyana mengambil buku usang milik Loem. Tidak butuh waktu yang lama bagi Issyana untuk mengerti tulisan apa yang tertulis di buku itu. Elf memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dibandingkan manusia biasa. Loem hanya perlu mengajarkan Issyana huruf alfabet dan Issyana mengerti arti tulisan itu. Bahasa yang manusia dan Elf gunakan tidak jauh berbeda. Yang membedakan hanya bentuk tulisan saja.
            Buku usang yang Issyana baca adalah buku harian Loem. Issyana baru mulai membaca buku harian Loem sejak mereka dipersatukan satu bulan yang lalu.
            “Bagian yang mana, Issyana?” tanya Loem sambil membawakan Issyana coklat panas dan duduk di sebelahnya.
            “Hm, disini tertulis cerpelai yang mati. Cerpelai itu apa?” tanya Issyana.
            Loem pun menjelaskan tentang binatang peliharaannya semasa kuliah dulu yang mati karena sakit.
            “Oh, sudah lama tidak ada, ya? Ah, disini ada tulisan rasi bintang. Aku suka bintang. Kakek pernah menceritakan padaku tentang rasi bintang. Lain kali tunjukkan padaku, ya?” pinta Issyana pada Loem dengan mata berbinar-binar. Begini lah ekspresi Issyana ketika membaca buku harian Loem. Issyana selalu tertarik dengan hal-hal baru. Loem hanya menggangguk merespon permintaan Issyana tadi. Dalam hati Loem niatkan untuk menunjukkan satu rasi bintang pada Issyana.
            “Ada kata yang aneh lagi, Issyana?” tanya Loem sambil menyeruput sedikit coklat panasnya. Issyana pun mulai menunjukkan kata-kata seperti pohon pisang. Pohon yang keberadaannya tidak ditemukan di pulau Elves Lair. Issyana juga menanyakan bentuk buahnya seperti apa ketika Loem menyebutkan pohon itu menghasilkan buah sama seperti pohon-pohon di Elves Lair.
            “Oh, begitu, ya. Ternyata lingkungan kita masih banyak perbedaan.”
            Issyana membuka lembar selanjutnya. Kali ini tulisannya tidak sepanjang halaman-halaman sebelumnya. Tulisannya lebih berbentuk. Pendek, namun ketika membacanya, Issyana merasakan sensasi yang aneh.

            Yang tersayang, dirimu
            Maaf jikalau tiba-tiba kata demi kata ini tertulis
            tertujukan padamu

            Entah kapan salju hati ini mencair seketika
            Melihatmu sejenak membuatku teringat kembali
            Ah, aku masih punya perasaan

            Yang tersayang, dirimu
            Maaf jikalau aku menyeruak masuk dalam kehidupanmu
            secara tiba-tiba

            Entah kapan gunung es hati ini mulai runtuh
            Memandangimu sejenak membuat hati ini berdesir
            Ah, aku masih bisa merasakan hangatnya hal ini

            Yang tersayang, dirimu
            Maaf, jikalau aku tidak layak dan tidak cukup pantas
            hanya untuk mengenalmu

            Entah sejak kapan minyak jelantah kehidupanmu terbuang
            Memperhatikanmu sejenak membuatku memutar otak
            Ah, haruskah aku menjadi sesuatu yang baru bagimu?

            “Ini...” Issyana memperhatikan kata demi kata yang tertulis. Loem hanya diam sambil menunggu respon Issyana berikutnya.
            “Ini...” Issyana tampak tidak bisa memberikan respon apa-apa. Sepertinya dia cukup kaget. Loem pun menaruh cangkirnya di atas meja dan mendekatkan tubuhnya pada Issyana untuk melihat buku harian itu bersama-sama.
            “Ini puisi yang aku tulis waktu aku kuliah dulu.” terang Loem.
            “Sepertinya, perasaanmu dalam sekali, ya?” jemari Issyana mengusap puisi pada lembaran yang sudah usang itu. Matanya menatap puisi itu, nanar.
            “Kenapa, Issyana?” Loem meneliti raut wajah Issyana.
            Issyana diam, tetap menatap lembaran usang itu.
            “Cemburu? Hm?” Loem tersenyum.
            “Ti-tidak, kok. Aku hanya – “
            Issyana tidak melanjutkan kata-katanya. Bibirnya sudah terkunci oleh bibir Loem. Issyana yang awalnya terkejut, sesaat kemudian membiarkan Loem mengambil alih dirinya selama beberapa detik.
            “Nanti aku buatkan satu untukmu, ya?” bisik Loem disela-sela ciuman mereka.
            Issyana mengangguk. Sedetik kemudian, Issyana membiarkan bibirnya terkunci kembali oleh bibir Loem.
***
6 bulan kemudian...
            “Loem berbaring saja, ya?” Issyana membujuk Loem untuk berbaring saja di tempat tidurnya. Benar kata para mystic, manusia tidak bisa bertahan lama di Elves Lair. Hampir empat tahun sudah Loem berada di sini sejak ia terdampar saat itu.
            Suara batuk Loem pun makin keras. Loem berusaha keras menahan batuknya dengan menutup mulutnya. Tapi usaha Loem sia-sia.
            “Da-darah...” Issyana segera mengambil kain terdekat untuk membersihkan darah yang terdapat di tangan, baju, dan pelipis Loem. Setelah membasahi kain itu sedikit, Issyana langsung menyeka bagian mana saja pada Loem yang terkena darah.
            Tak lama kemudian Kakek Issyana, Mystic Lauro Magnifico sampai ke rumah Loem seperti yang diminta Issyana tadi. Kakek Issyana merupakan salah satu dari mystic di Elves Lair dan merupakan seorang tabib terhebat di sana.
            “Kakek! Lo-Loem, da-darah...”
            “Tenang! Tidak akan ada yang selesai dengan panik!” Mystic Lauro Magnifico langsung memeriksa Loem yang terbaring lemah di atas tempat tidurnya.
            “Issyana.”
            “Ya, Kakek?” Issyana menghampiri Kakek nya sambil berusaha tenang.
            “Panggil para tabib dari golongan mystic ke sini. Siapkan rajutan akar pohon untuk membawa Loem ke Mystic Symbol. Kami akan coba melaksanakan ritual penyembuhan di sana.”
            Issyana bergegas mengumpulkan para tabib dan menyiapkan apa yang kakeknya butuhkan. Issyana kembali ke rumah Loem dengan nafas terengah.
            “Kakek! Se-semuanya, sudah, siap.” Issyana berusaha mengatur kembali nafasnya.
            “Bawa Loem ke sana.” Kakek Issyana memerintahkan para ksatria Elf untuk membawa Loem dengan rajutan akar pohon.
            “Is-sya-na...” Loem berusaha keras memanggil Issyana. Issyana segera mendekat.
            “Ya? Kenapa? Butuh sesuatu? Aku disini, Loem.” Issyana berusaha menahan tangisnya.
            Loem berusaha menunjukkan jarinya ke arah buku hariannya yang terletak di atas meja satu meter dari tempat tidur Loem.
            “Jan-ji...” Loem berusaha merangkai kata walaupun sulit.
            Issyana berusaha mencerna dengan cepat apa yang dimaksud oleh Loem.
            “Pu-i-si...” lanjut Loem lagi.
            “Bawa Loem sekarang!” dengan sigap para ksatria Elf membopong Loem dan membawanya ke Mystic Symbol atas perintah Kakek Issyana. Issyana masih sibuk membalikkan halaman demi halaman buku harian Loem. Issyana mengerti maksud Loem. Loem berusaha menepati janjinya pada Issyana. Dan selembar janji itu pun ditemukan Issyana di bagian tengah buku harian Loem.

Yang tersayang, Issyana
            Hati manusia ini terenggut juga, akhirnya
            Ada yang bilang, cinta tak mengenal batas
            Faktanya pun demikian

            Yang tersayang, Issyana
            Pertama kali bertemu, aku merasa takdir ini sudah tak sama
            Ada yang bilang, cinta itu buta
            Faktanya pun demikian

            Yang tersayang, Issyana
            Kasih sayang begitu terpancar darimu, aku rasakan itu
            Ada yang bilang, cinta itu sangat indah
            Faktanya pun demikian

            Yang tersayang, Issyana
            Perbedaan tetap ada, kontras terlihat
            Ada yang bilang, cinta itu melumpuhkan segalanya
            Faktanya pun demikian

            Yang tersayang, Issyana
            Bisakah jiwa raga ini, menerima pancaran cahayamu,
            diantara perbedaan ini,
            sekali lagi ?

Untuk yang tersayang,
Issyana
            Issyana mengambil pensil yang biasa Loem gunakan untuk menulis. Setetes air mata membasahi kertas usang itu sebelum Issyana sempat menulis di atasnya. Dengan cepat Issyana menulis di atas kertas kosong yang belum terkena tetesan air matanya.
            Selesai menulis, Issyana pun berlari ke arah Mystic Symbol dengan sisa-sisa kekuatannya. Terlihat semburat cahaya berwarna ungu dari simbol pusat ritual. Issyana terus berlari ke arah sosok yang terbaring di tengah-tengah simbol. Sebuah dinding penghalang bening tercipta setelah semburat ungu tadi menyeruak dari celah-celah simbol sehingga Issyana tidak bisa mendekat lagi.
           
Percaya, Loem.
            Perbedaan itu, bukan penghalang
            Melainkan pemersatu

            “I-ssya-na...?”

            Yang tersayang, Issyana
            Terima kasih, atas warna-warni kehidupan
            Yang terus membuncah, hingga detik ini

            “Lo-em...?”

            Yang tersayang, Loem
            Perbedaan memang menyakitkan,
            Tapi, bukankah mereka yang bersatu,
            adalah mereka yang berbeda satu sama lain?